BAB
I
PENDAHULUAN
Kondisi konsumen
yang banyak dirugikan memerlukan peningkatan upaya untuk melindunginya,
sehingga hak-haknya dapat ditegakkan. Namun di sisi lain, perlindungan tersebut
harus juga melindungi eksistensi produsen yang sangat esensial dalam
perekonomian negara. Oleh karena itu, diperlukan perundang-undangan yang dapat
melindungi kedua belah pihak.
Permasalahan perlindungan konsumen
ini tidak akan pernah habis dan akan selalu menjadi bahan perbincangan di
masyarakat. Selama masih banyak konsumen yang dirugikan, masalahnya tidak akan
pernah tuntas. Oleh karena itu, masalah perlindungan konsumen perlu
diperhatikan.
Hak konsumen yang diabaikan oleh
pelaku usaha perlu dicermati secara seksama.Pada era globalisasi dan
perdagangan bebas saat ini, banyak bermunculan berbagai macam produk
barang/pelayanan jasa yang dipasarkankepada konsumen di tanah air, baik melalui
promosi, iklan, maupun penawaran barang secara langsung.
Jika tidak berhati-hati dalam
memilih produk barang/jasa yang diinginkan, konsumen hanya akan menjadi objek
eksploitas dari pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab. Tanpa disadari,
konsumen menerima begitu saja barang/jasa yang dikonsumsinya.
BAB
II
PEMBAHASAN
1. DEFINISI KONSUMEN
Dalam undang –
undang no. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen pasal 1 menyatakan,
perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hokum
untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Dan yang di maksud dengan
konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/ atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk
hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Konsumsi, dari bahasa Belanda
consumptie, ialah suatu kegiatan yang bertujuan mengurangi atau menghabiskan
daya guna suatu benda, baik berupa barang maupun jasa, untuk memenuhi kebutuhan
dan kepuasan secara langsung. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan
atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,
keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Lebih lanjut, di ilmu ekonomi ada dua jenis konsumen, yakni konsumen antara dan
konsumen akhir.Konsumen antara adalah distributor, agen dan pengecer.Mereka
membeli barang bukan untuk dipakai, melainkan untuk diperdagangkan Sedangkan
pengguna barang adalah konsumen akhir.
Pengertian Konsumen menurut Philip
Kotler (2000) dalam bukunya Prinsiples Of Marketing adalah semua individu dan
rumah tangga yang membeli atau memperoleh barang atau jasa untuk dikonsumsi
pribadi.
Pengertian Konsumen Menurut UU
Perlindungan Konsumen sesungguhnya dapat terbagi dalam tiga bagian, terdiri
atas:
Konsumen dalam arti umum, yaitu
pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat barang dan/atau jasa untuk tujuan
tertentu.
Konsumen antara, yaitu pemakai,
pengguna dan/atau pemanfaat barang dan/atau jasa untuk diproduksi (produsen)
menjadi barang /jasa lain atau untuk memperdagangkannya (distributor), dengan
tujuan komersial. Konsumen antara ini sama dengan pelaku usaha; dan
Konsumen akhir, yaitu pemakai,
pengguna dan/atau pemanfaat barang dan/atau jasa konsumen untuk memenuhi
kebutuhan diri sendiri, keluarga atau rumah tangganya dan tidak untuk
diperdagangkan kembali.
Jadi, Konsumen ialah orang yang
memakai barang atau jasa guna untuk memenuhi keperluan dan kebutuhannya. Dalam
ilmu ekonomi dapat dikelompokkan pada golongan besar suatu rumah tangga yaitu
golongan Rumah Tangga Konsumsi (RTK), dan golongan Rumah Tangga Produksi (RTP)
2.
HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
Perlindungan konsumen adalah
perangkat yang diciptakan untuk melindungi dan terpenuhinya hak sebagai contoh
para penjual diwajibkan menunjukka tanda harga sebagai tanda pemberitahuan
kepada konsumen. Dengan kata lain, segala upaya yang menjamin adanya kepastian
hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
Di Indonesia, dasar hukum yang
menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan adalah:
Ø Undang
Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal
27 , dan Pasal 33.
Ø Undang
Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik
Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No.
3821.
Ø Undang
Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Usaha Tidak Sehat.
Ø Undang
Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa.
Ø Peraturan
Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan
Perlindungan Konsumen.
Ø Surat
Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan
pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota.
Ø Surat
Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005
tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen.
Ø Undang
– undang nomor 10 tahun1961 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti
undang – undang nomor 1 tahun 1961 tentang barang, menjadi undang – undang;
Ø Undang
– undang no. 2 tahun 1966 tentang Hygiene;
Ø Undang
– undang no. 3 tahun 1982 tentang wajib daftar perusahaan
Menurut Undang- undang no.8 tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen:
Pasal 1 butir 1,2 dan 3:
1. Perlindungan Konsumen adalah
segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan
kepada konsumen.
2. Konsumen adalah setiap orang
pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan
tidak untuk diperdagangkan
3. Pelaku usaha adalah setiap orang
perseorangan taua badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun buka
badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam
wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama- sama
melalui perjanjian menyelenggaraka kegiatan usaha dalam berbagai bidang
ekonomi.
3.
TUJUAN PERLINDUNGAN KONSUMEN
Dari uraian diatas kami akan
menjelaskan alasan kenapa begitu pentingnya hukum perlindungan konsumen ini,
seperti dalam UU Perlindungan Konsumen Pasal 3, disebutkan bahwa tujuan
perlindungan konsumen adalah sebagai berikut.
a. Meningkatkan
kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
b. Mengangkat
harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif
pemakaian barang dan / atau jasa;
c. Meningkatkan
pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya
sebagai konsumen;
d. Menciptakan
sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan
keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
e. Menumbuhkan
kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga
tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
f. Meningkatkan
kualitas barang dan/atau jasa yang, menjamin kelangsungan usaha produksi barang
dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
4. PRINSIP DAN ASAS-ASAS HUKUM PERLINDUNGAN
KONSUMEN
A. Prinsip- Prinsip Hukum Perlindungan
Konsumen
1. Let The Buyer Beware
Ø Pelaku Usaha kedudukannya seimbang dengan
konsumen sehingga tidak perlu proteksi.
Ø Konsumen
diminta untuk berhati hati dan bertanggung jawab sendiri.
Ø Konsumen
tidak mendapatkan akses informasi karena pelaku usaha tidak terbuka.
Ø Dalam
UUPK Caveat Emptor berubah menjadi caveat venditor.
2. The due Care Theory
Ø Pelaku
usaha mempunyai kewajiban untuk berhati hati dalam memasyarakatkan produk, baik
barang maupun jasa. Selama berhati hati ia tidak dapat dipersalahkan.
Ø Pasal
1865 Kuhperdata secara tegas menyatakan, barangsiapa yang mengendalikan
mempunyai suatu hak atau untuk meneguhkan haknya atau membantah hak orang lain,
atau menunjuk pada suatu peristirwa, maka ia diwajibkan membuktikan adanya hak
atau peristirwa tersebut.
Ø Kelemahan
beban berat konsumen dalam membuktikan.
3. The Privity of Contract
Ø Prinsip
ini menyatakan, pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk melindungi konsumen,
tetapi hal itu baru dapat dilakukan jika diantara mereka telah terjalin suatu
hubungan kontraktual. Pelaku usaha tidak dapat disalahkan atas hal hal diluar
yang diperjanjikan.
Ø Fenomena
kontrak kontrak standar yang bantak beredar di masyarakat merupakan petunjuk
yang jelas betapa tidak berdayanya konsumen menghadapi dominasi pelaku usaha.
4. Kontrak bukan Syarat
Prinsip ini tidak mungkin lagi
dipertahankan, jadi kontrak bukan lagi merupakan syarat untuk menetapkan
eksistensi suatu huungan hukum .
B. Asas Perlindungan Konsumen
Berdasarkan UU Perlindungan
Konsumen pasal 2, ada lima asas perlindungan konsumen Menyatakan, Perlindungan
konsumen berasakan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan
konsumen, serta kepastian hokum.
Penjelasan pasal 2 undang – undang
ini menguraikan, perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama
berdasarkan 5 ( lima ) asas yang relevan dalam pembangunan nasional yaitu :
1.Asas manfaat
Maksud asas ini
adalah untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar- besarnya bagi
kepentingankonsumen dan pelau usaha secara keseluruhan.
2.Asas keadilan
Asas ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh
rakyat bias diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada
konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknyadan melaksanakan kewajibannya
secara adil.
3.Asas keseimbangan
Asas
ini dimaksudkan untuk memberikan
keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti
material maupun spiritual.
4. Asas keamanan dan keselamatan
konsumen
Asas
ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada
konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang/jasa yang
dikonsumsi atau digunakan.
5. Asas kepastian hukum
Asas ini dimaksudkan agar baik
pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta Negara menjamin kepastian hukum.
5. HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN
Pasal 4 undang –
undang no. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen mengemukakan, hak
konsumen adalah : a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa; b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa
serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan
kondisi serta jaminan yang dijanjikan; c. hak atas informasi yang benar, jelas,
dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan /atau jasa ; d. hak untuk
didengar pendapat dan keluhan atas barang dan/atau jasa yang digunakan; e. hak
untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan
konsumen secara patut; f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendididkan
konsumen; g. hak untuk diperlukan atau dilayani secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif; h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan
perjanjianatau tidak sebagaimana mestinya; i. hak – hak yang diatur dalam
ketentuan peraturan perundang – undangan lainnya.
A. Hak-hak Konsumen
Sebagai pemakai barang/jasa,
konsumen memiliki sejumlah hak dan kewajiban.Pengetahuan tentang hak-hak
konsumen sangat penting agar orang bisa bertindak sebagai konsumen yang kritis
dan mandiri. Tujuannya, jika adanya tindakan yang tidak adil terhadap dirinya,
ia secara spontan menyadari akan hal itu. Konsumen kemudian bisa bertindak
lebih jauh untuk memperjuangkan hak-haknya. Dengan kata lain, ia tidak hanya
tinggal diam saja ketika menyadari bahwa hak-haknya telah dilanggar oleh pelaku
usaha.
J.F Kennedy menentukan ada empat
Hak Dasar konsumen, adalah sebagai berikut:
a. Hak memperoleh keamanan (the
tight to safety);
b. Hak memilih (the right to
choose);
c. Hak mendapat informasi (the
right to be informed);
d. Hak untuk didengar (the right to
be heard).
Adapun sesuai Hak konsumen sebagaimana tertuang dalam Pasal
4 UU No. 8 Tahun 1999 Undang-undang
Perlindungan Konsumen (UUPK), Hak-hak Konsumen adalah :
Hak atas kenyamanan, keamanan dan
keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
1. Hak
untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
2. Hak
atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa;
3. Hak
untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
4. Hak
untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut;
5. Hak
untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
6. Hak
untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
7. Hak
untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang dan/atau
jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana
mestinya;
8. Hak-hak
yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
9. Hak- hak konsumen yang dipandang sebagai
jalan masuk yang tepat dalam masalah etis seputar konsumen sangat diperlukan.
B.
Kewajiban Konsumen
Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang
Perlindungan Konsumen, Kewajiban Konsumen adalah :
a. Membaca
atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan
barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
b. Beritikad
baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
c. Membayar
sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d. Mengikuti
upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
6. HAK DAN KEWAJIBAN PRODUSEN TERHADAP
KONSUMEN
Produsen ialah orang yang
menghasilkan barang atau jasa untuk keperluan konsumen.Barang atau jasa yang
dihasilkan produsen disebut produksi, sedangkan yang memakai barang dan jasa
disebut konsumen.Dalam ilmu ekonomi dapat dikelompokkan pada golongan besar
suatu rumah tangga yaitu golongan Rumah Tangga Konsumsi (RTK), dan golongan
Rumah Tangga Produksi (RTP).
A. Hak Produsen (pelaku usaha/wirausahawan)
Seperti halnya konsumen, pelaku
usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak pelaku usaha sebagaimana diatur
dalam Pasal 6 UUPK adalah:
1.Hak menerima pembayaran yang sesuai
dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan.
2. Hak untuk mendapat perlindungan hukum
dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
3.Hak untuk melakukan pembelaan diri
sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.
4. Hak untuk rehabilitasi nama baik
apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh
barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan lainnya.
B. Kewajiban produsen
1. Beritikad baik dalam kegiatan
usahanya
2.Memberikan informasi yang benar, jelas
dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberikan
penjelasan, penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan
3. Memperlakukan atau melayani konsumen
secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
4.Menjamin mutu barang dan/atau jasa
yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu
dan/atau jasa yang berlaku
5.
Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau mencoba barang
dan/atau jasa yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan
6.Memberi kompensasi, ganti rugi,
dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan
barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
7.Memberi kompensasi
ganti rugi dan/atau penggantian bila barang dan/atau jasa yang diterima atau
dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Bila
diperhatikan dengan seksama, tampak bahwa hak dan kewajiban pelaku usaha
bertimbal balik dengan hak dan kewajiban konsumen.Ini berarti hak bagi konsumen
adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha. Demikian pula dengan
kewajiban konsumen merupakan hak yang akan diterima pelaku usaha.
Bila dibandingkan dengan ketentuan
umum di Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tampak bahwa pengaturan UUPK lebih
spesifik. Karena di UUPK pelaku usaha selain harus melakukan kegiatan usaha
dengan itikad baik, ia juga harus mampu menciptakan iklim usaha yang kondusif,
tanpa persaingan yang curang antar pelaku usaha.
C. Perbuatan yang dilarang
dilakukan oleh seorang pelaku usaha
Pelaku usaha
dilarang menawarkan jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai standar yang
dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan, tidak sesuai dengan
janji yang dinyatakan keterangan, iklan atau promosi atas penawaran jasa
tersebut. Tidak membuat perjanjian atas pengikatan jasa tersebut dalam bahasa
Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. (pasal 8).
Pelaku usaha
dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan atau jasa
secara tidak benar, dan atau seolah-olah secara langsung atau tidak langsung
merendahkan barang dan atau jasa lain (pasal 9).
Pelaku usaha
dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan
dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang
tidak benar atau menyesatkan mengenai (Pasal 10)
Pelaku usaha
dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang dan atau
jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan atau jasa lain
secara cuma-cuma dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tidak
sebagaimana yang dijanjikannya (pasal 13).
Pelaku usaha
dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untukdiperdagangkan dengan
memberikan hadiah melalui cara undian, dilarang untuk:
a. Tidak melakukan penarikan hadiah
setelah batas waktu yang dijanjikan;
b. Mengumumkan hasilnya tidak
melalui media massa;
c. Memberikan hadiah tidak sesuai
dengan yang dijanjikan;
d. Mengganti hadiah yang tidak
setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan.(pasal 14)
D. Tanggung Jawab Produsen terhadap Konsumen
Pasal
19
Pelaku usaha
bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau
kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau
diperdagangkan.
Ganti rugi
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa pengembalian uang atau
penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau
perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pemberian ganti
rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal
transaksi.
Pemberian ganti
rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak menghapuskan kemungkinan
adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya
unsur kesalahan.
Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak berlaku apabila pelaku usaha
dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen
7. SENGKETA KONSUMEN
Sengketa tidak
lepas dari suatu konflik.Dimana ada sengketa pasti disitu ada konflik.Begitu
banya konflik dalam kehidupan sehari-hari.Entah konflik kecil ringan bahkan
konflik yang besar dan berat.Hal ini dialami oleh semua kalangan.Karena hidup
ini tidak lepas dari permasalahan.
Sengketa menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti pertentangan atau konflik, Konflik berarti
adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau
organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan.Sedangkan menurut Ali
Achmad sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal
dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat
menimbulkan akibat hukum bagi keduanya.
Sedangkan pengertian Konsumen
Menurut pengertian Pasal 1 angka 2 UU PK, “Konsumen adalah setiap orang pemakai
barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri
sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untukdiperdagangkan.”
Pengertian Konsumen menurut Philip Kotler (2000) dalam bukunya
Prinsiples Of Marketing adalah semua individu dan rumah tangga yang membeli
atau memperoleh barang atau jasa untuk dikonsumsi pribadi.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen tidak memberikan batasan apakah yang dimaksud
dengan sengketa konsumen.Definisi ”sengketa konsumen” dijumpai pada Peraturan
Menteri Perindustrian dan Perdagangan yaitu Surat Keputusan Nomor:
350/MPP/Kep/12/2001 tanggal 10 Desember 2001, dimana yang dimaksud dengan
sengketa konsumen adalah:
“sengketa antara pelaku usaha
dengan konsumen yang menutut ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan atau
yang menderita kerugian akibat mengkonsumsi barang atau memanfaatkan jasa.”
Jadi, sengketa konsumen adalah
sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen yang menutut ganti rugi atas
kerusakan, pencemaran dan atau yang menderita kerugian akibat mengkonsumsi
barang atau memanfaatkan jasad.
Melalui pasal 45 ayat (1) ini dapat
diketahui bahwa untuk menyelesaikan sengketa konsumen , terdapat dua pilihan
yaitu :
· Melalui lembaga yang bertugas
menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha, atau
· Melalui peradilan yang berada di lingkungan
peradilan umum.
Alternatif penyelesaian sengketa
dapat dilakukan dengan cara berikut :
· Konsultasi
· Negosiasi
· Mediasi
· Konsialisasi
· Penilaian ahli
8. SANKSI-SANKSI
A. Sanksi Perdata
Ganti rugi dalam bentuk :
Ø Pengembalian
uang
Ø Penggantian
barang
Ø Perawatsan
keehatan, dan/atau
Ø Pemberian
santunan
Ø Ganti
rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi.
B. Sanksi Administrasi
UU No. 8 tahun 1999 tentang
perlindungan konsumen. Bagian pertama ; sanksi administrative. Pasal 60 (1) badan penyelesaian sengketa konsumen
berwenang menjatuhkan sanksi administrative terhadap pelaku usaha yang
melanggar pasal 19 ayat (2) dan (3) , pasal 20, pasal 25 dan pasal 26. Sanski
administrative berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp. 200.000.000 (dua
ratus juta rupiah), melalui BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20,
25. Tata carapenetapan sanski administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diataur lebih lanjut dalam peraturan perundang – undangan.
C. Sanksi Pidana
UU No. 8 tahun 1999 tentang
perlindungan konsumen Bagian kedua : sanski Pidana. Pasal 61 Penuntutan pidana
dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya.
Pasal 62 (1) pelaku usaha yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8, pasal 9, pasal 10,
pasal 13 ayat (2), pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, hurufb, huruf c, huruf
e ayat (2) dan pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliyar rupiah)
Ø Penjara,
5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) (Pasal 8, 9, 10, 13
ayat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18
Ø Penjara,
2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, 12, 13
ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f
Ø Ketentuan
pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang Perlindungan
Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian
Ø Hukuman
tambahan , antara lain :
Ø Pengumuman
keputusan Hakim
Ø Pencabuttan
izin usaha;
Ø Dilarang
memperdagangkan barang dan jasa ;
Ø Wajib
menarik dari peredaran barang dan jasa;
Ø Hasil
Pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat .
BAB
III
ANALISIS
KASUS HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
Perlindungan Konsumen di Bidang
Paman
Contoh kasus pelanggaran UU
Perlindungan konsumen di bidang pangan.Kasus di bidang pangan ini adalah kasus
yang paling mengkhawatirkan masyarakat. Kasus tersebut adalah kasus – kasus
tentang masalah penyalahgunaan zat-zat berbahaya pada produk pangan ataupun
bahan yang diperbolehkan untuk digunakan tetapi penggunaannya oleh sang pelaku
usaha dalam produk pangan melebihi batas yang telah ditentukan. Zat-zat yang
berbahaya diantaranya formalin, boraks, rhodamin – B, Metanil Yellow dan lain
sebagainya. Jika zat-zat ini masuk ke dalam tubuh
konsumen, maka akan menimbulkan
efek yang berbahaya bagi tubuh dalam jangka panjang karena zat-zat tersebut
telah terakumulasi dalam tubuh.
Demi menekan ongkos produksi, para
pelaku usaha tega mencampurkan zat-zat berbahaya ke dalam produk yang mereka
jual agar produknya bisa tahan lama.Misalnya saja produsen yang menggunakan
boraks atau formalin ke dalam produk makanan yang dijualnya agar produk
tersebut lebih tahan lama.Kalau produk mereka tahan lama, bisa dijual lagi
keesokan harinya, sehingga ongkos produksi juga bisa ditekan.
Konsumen yang telah membayar sejumlah
uang untuk mendapatkan produk yang dijual oleh pelaku usaha tersebut malah
dicurangi.Konsumen tidak mendapatkan kualitas produk yang sesuai dengan yang
diinginkannya.Tetapi justru membahayakan kesehatan mereka di kemudian
hari.Kasus seperti ini jelas telah melanggar UU Perlindungan konsumen.Di dalam
UU Perlindungan Konsumen Pasal 4 point ke 3 disebutkan salah satu hak konsumen
yaitu “hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa”.
Kasus tersebut jelas sudah
bertentangan dengan bunyi pasal tersebut tentang hak konsumen.Hak konsumen
telah diabaikan.Konsumen tidak mendapatkan informasi yang jujur dari pelaku
usaha mengenai produk yang mereka jual.Para pelaku usaha seolah tidak jera dan
tetap melakukan hal itu lagi.Bahkan seperti tidak ada tindakan yang tegas dari
pemerintah untuk menghadapi para pelaku usaha yang demikian.
Dalam kasus ini tidak hanya para
pelaku usaha yang salah.Namun konsumen juga harus lebih teliti lagi dalam
membeli suatu barang.Konsumen harus lebih mengamati produk yang
dibelinya.Jangan sampai tertipu.Dalam membeli suatu barang, konsumen juga harus
memperhatikan tanggal kadaluarsa dari produk tersebut.Jangan sampai membeli
produk yang telah kadaluarsa.Namun, sang pelaku usaha juga harus selalu
mengontrol produk yang mereka jual, jangan sampai ada produk yang telah
kadaluarsa tetapi masih saja dijual. Jadi, dalam hal ini dibutuhkan peran dari
kedua belah pihak.
Untuk mengatasi kasus pelanggaran
UU Perlindungan Konsumen dalam bidang pangan tersebut sebaiknya pemerintah
sebagai badan yang melakukan pengawasan terhadap penyebaran dan pemasaran
barang – barang yang telah beredar di masyarakat luas, selalu melakukan
pengawasan – pengawasan terhadap para pelaku usaha maupun para distributor yang
menyediakan barang.Selain itu, diperlukan juga sosialisasi kepada masyarakat
secara terus-menerus.Salah satu media yang diperlukan adalah iklan layanan
masyarakat yang mengajak atau mendorong konsumen untuk lebih bijak dalam
menentukan pilihan, artinya konsumen harus memiliki kesadaran dan pengetahuan
tentang barang dan ketentuannya.
Ø Analisis
Hukum
Berdasarkan
kasus dan teori diatas masih banyak pelaku usaha yang tidak menjalankan
kewajibannya dan masih banyak konsumen yang merasa dirugikan akibat oknum-oknum
pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab.
Jika dilihat menurut Undang-Undang
No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, kasus pelaku usaha dibidang
pangan tersebut menyalahi ketentuan. Berikut adalah beberapa pasal dalam
Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang dilangar oleh pelaku usaha dalam
bidang pangan:
1.
Pasal 4, hak konsumen adalah :
o
Ayat 1 : “hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi
barang dan/atau jasa”
o
Disini pelaku usaha bidang pangan melanggar hak konsumen tersebut. Ini
terbukti Berdasarkan penyebab terjadi KLB (per-23 Agustus 2006) 37 kasus tidak
jelas asalnya, 11 kasus disebabkan mikroba dan 8 kasus tidak ada sample. Pada
tahun 2005 KLB yang tidak jelas asalnya (berasal dari umum) sebanyak 95 kasus,
tidak ada sample 45 kasus dan akibat mikroba 30 kasus.Hasil kajian dan analisa
BPKN juga masih menemukan adanya penggunaan bahan terlarang dalam produk
makanan Ditemukan penggunaan bahan-bahan terlarang seperti bahan pengawet,
pewarna, pemanis dan lainnya yang bukan untuk pangan (seperti rhodamin B dan
methanil yellow).
o
Ayat 3 : “Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.”
o
Para pelaku usaha bidang pangan terutama pada makanan cepat saji seperti
bakso, mie ayam dan lainnya para pelaku usaha tidak jarang mencantumkan
komposisi makanannya bahkan mencampur adukan boraks pada sajiannya, hal ini
mempersulit konsumen dalam mengetahui informasi komposisi bahan makanannya.
2. Pasal 7, kewajiban pelaku usaha adalah :
o
Ayat 2 : “Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,
perbaikan dan pemeliharaan.”
·
Pelaku usaha bidang
pangan tidak pernah memberitahu kondisi serta penjelasan komposisi makanan apa
yang terkandung didalamnya. Terkadang juga pelaku usaha tidak mencantumkan
tanggal kadaluarsa pada makanan kemasan dan kaleng.
3. Pasal 19
o
Ayat 1 : “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas
kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang
dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.”
o
Ayat 2 : “Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau
setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
o
Ayat 3 : “Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7
(tujuh) hari setelah tanggal transaksi.”
Hukuman Bagi Para Oknum
Penyalahgunaan Zat Berbahaya dalam Produk Pangan di Indonesia
Hukuman bagi pelaku usahapun masih
terlalu ringan, misalnya yang terbukti bersalah hanya divonis penjara 3-6 bulan
sedangkan dendanya hanya Rp. 200.000, Dasar hukum yang dipakai oleh hakim dan
jaksa hanya KUHP atau peraturan daerah. Sedangkan dalam UU Perlindungan
Konsumen No. 8 tahun 1999 pelanggaran terhadap kesehatan konsumen dapat
dikenakan hukuman maksimal 5 tahun berikut denda hingga Rp 2 milyar.
Ø Analisis
Etika
Bisnis tertentu merusak masyarakat,
baik dalam kaitannya dengan kesehatan, mental, maupun budaya
masyarakat.Timbulnya berbagai penyakit yang sangat dipengaruhi oleh pola
konsumsi makanan tidak bisa tidak merupakan tanggung jawab pedagang atau orang
bisnis.Demikian pula, sampai pada tingkat tertentu orang bisnis membuat
masyarakat menjadi sangat konsumtif dan bahkan sampai pada tindakan kriminal
seperti pencurian, perampokan dan korupsi hanya demi memenuhi kebutuhan atau
permintaan yang dalam banyak hal tidak begitu diperlukan.Maka, tidak berlebihan
kalau dikatakan bahwa bisnis ikut bertanggung jawab (secara etika) atas baik
buruknya masyarakat modern ini.
BAB
IV
PENUTUP
Konsumen ialah orang yang memakai
barang atau jasa guna untuk memenuhi keperluan dan kebutuhannya.Dalam ilmu
ekonomi dapat dikelompokkan pada golongan besar suatu rumah tangga yaitu
golongan Rumah Tangga Konsumsi (RTK), dan golongan Rumah Tangga Produksi (RTP).
Perlindungan konsumen adalah perangkat
yang diciptakan untuk melindungi dan terpenuhinya hak sebagai contoh para
penjual diwajibkan menunjukka tanda harga sebagai tanda pemberitahuan kepada
konsumen. Dengan kata lain, segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum
untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
Oleh karena itu, Sebagai pemakai
barang/jasa, konsumen memiliki sejumlah hak dan kewajiban.Pengetahuan tentang
hak-hak konsumen sangat penting agar orang bisa bertindak sebagai konsumen yang
kritis dan mandiri. Tujuannya, jika adanya tindakan yang tidak adil terhadap
dirinya, ia secara spontan menyadari akan hal itu. Konsumen kemudian bisa
bertindak lebih jauh untuk memperjuangkan hak-haknya. Dengan kata lain, ia
tidak hanya tinggal diam saja ketika menyadari bahwa hak-haknya telah dilanggar
oleh pelaku usaha.
DAFTAR
PUSTAKA
Drs. M. Sadar, MH., Prof. MOH. Taufik
Makarao, SH, MH., Habloel Mawadi, SH.Perlindungan
konsumen diindonesia,akademia
No comments:
Post a Comment