Saturday, April 22, 2017

KAJIAN HUKUM TENTANG ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS (AMDALALIN)




A.    PENDAHULUAN
Kota Garut sebagai kota sentral ekonomi di kabupaten Garut. Kota Garut adalah kota yang mempunyai perkembangan yang tumbuh dengan pesat, oleh karena itu maka pemerintah harus menyediakan sarana dan prasarana kota untuk menunjang kelancaran dari pertumbuhan kota Garut itu sendiri. Dalam hal perkembangan kota yang paling menonjol dan pesat perkembangannya adalah pusat perbelanjaan. Di kota Garut sedikitnya terdapat empat pusat perbelanjaan yang kesemuanya masuk dalam kategori pusat perbelanjaan besar.  Salah satu dari pusat perbelanjaan yang ada dipusat kota Garut adalah Asia Toserba Garut yang merupakan tempat penjualan barang terpadat dikota Garut.
Dengan berdirinya Asia Toserba Garut dikota Garut maka akan menimbulkan tarikan dan bangkitan lalu-lintas pada jalan-jalan sekitar Asia Toserba Garut dan akan menambah volume lalu lintas.  Meskipun bukan satu-satunya penyebab utama penurunan kinerja jalan, terjadinya penambahan volume lalu lintas jalan akan mengakibatkan kemacetan lalu lintas pada ruas jalan disekitar pusat perbelanjaan. Hal ini sering diakibatkan oleh perilaku manusia yang kurang mematuhi rambu-rambu lalulintas. Hal lain yang mempengaruhi kemacetan lalu-lintas disebabkan pula oleh adanya pergerakan kendaraan keluar masuk pusat perbelanjaan dan kendaraan yang menyeberang jalan baik yang bertujuan untuk masuk pusat perbelanjaan maupun yang bermaksud meninggalkan pusat perbelanjan. Keadaan tersebet masih pula diperparah dengan adanya angkutan umum yang berhenti menunggu penumpang menambah pula kesemerawutan jalan sekitar pusat-pusat perbelanjaan. Kondisi tersebut juga dialami pada pusat perbelanjaan Asia Toserba Garut. 
Dari kondisi tersebut diatas maka sudah seharusnya pemerintah Kabupaten Garut mewajibkan membuat analisis dampak lalu lintas untuk setiap pembangunan pusat perbelanjaan ataupun pusat-pusat kegiatan bersekala besar yang mempunyai andil besar dalam penambahan pembebanan kapasitas jalan harus membuat Analisis Dampak Lalu Lintas ( AMDALALIN ). Karena dengan dibuat Analisis Dampak Lalu Lintas (AMDALALIN) maka diharapkan    ganguan-ganguan lalu lintas dapat segera di ketahui sedini mungkin untuk selanjutnya digunakan sebagai bahan evaluasi kinerja jalan sekitar pusat-pusat kegiatan dan dapat memberikan solusi terbaik untuk mengatasi permasalahan lalu-lintas pada daerah tersebut.

B.     PERMASALAHAN
Dari sekian banyak pusat-pusat kegiatan hanya terdapat sebagian kecil saja yang sudah menggunakan Analisis Dampak Lalu-Lintas dan umumnya hanya terdapat pada bangunan-bangunan atau pusat-pusat kegiatan yang tergolong baru, demikian pula sebagian pusat-pusat kegiatan dikota Garut juga belum dilakukan Analisis Dampak Lalu-Lintas. Meskipun dibeberapa pembangunan pusat-pusat kegiatan sudah menggunakan Analisis Dampak Lalu-Lintas yang juga disertai dengan rekomendasi penanganan dampak dan juga manajemen pengaturannya akan tetapi manajemen penanggulangan dampak lalu-lintas sering dirasa tidak optimal untuk penanganan permasalahan lalu-lintas.
Analisis Dampak Lalu-lintas yang tidak diperhatikan atau tidak dilakukan secara benar seringkali membuat upaya penanggulangan permasalahan lalu-lintas pada daerah pusat-pusat kegiatan tidak maksimal. Oleh karena itu upaya penanggulangan lalu-lintas di sekitar pusat-pusat kegiatan perlu melibatkan pihak pengembang atau pengelola pusat kegiatan tersebut. 
Permasalahan diatas terjadi pula pada saat pengoperasian Asia Toserba Garut yang terletak di pusat kota Garut. Pembangunan swalayan tersebut tidak didahului dengan pembuatan Analisis Dampak Lalu-lintas sehingga pada saat pembukaan Asia Toserba Garut menimbulkan kekhawatiran akan menurunnya kinerja lalu-lintas di ruas jalan yang berada disekitar swalayan tersebut.  Karena dengan dibangunnya pusat kegiatan Pacific Mall akan menimbulkan tarikan yang disebabkan karena Asia Toserba Garut menawarkan berbagai macam kegiatan seperti perbelanjaan yang lengkap, pusat hiburan keluarga, restoran cepat saji disamping itu Asia Toserba Garut juga mempunyai fasilitas tempat parkir yang luas dan aman. Dengan adanya kegiatan tersebut maka akan mempengaruhi kinerja dari ruas jalan Ahmad Yani yang berada tepat di depan Asia Toserba Garut.

C.    PEMBAHASAN TENTANG ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS
1.      PENGERTIAN ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS
Analisis dampak lalu lintas, untuk selanjutnya disebut Andalalin adalah Studi / Kajian mengenai dampak lalu lintas dari suatu kegiatan dan/atau usaha tertentu yang hasilnya dituangkan dalam bentuk dokumen Andalalin atau Perencanaan pengaturan Lalu Lintas. Hal ini dikaitkan bahwa setiap perubahan guna lahan akan mengakibatkan berubahan di dalam sistem transportasi nya. Mal yang besar, atau stadion ataupun kawasan permukiman yang baru akan memengaruhi lalu lintas yang ada di sekitar kegiatan baru tersebut. Dengan andalalin maka dapat diperhitungkan berapa besar bangkitan perjalanan baru yang memberlukan rekayasa lalu lintas dan manajemen lalu lintas untuk mengatasi dampaknya.
Menurut Dikun dan Arif (1993) mendefinisikan analisis dampak lalu-lintas sebagai suatu studi khusus dari dibangunnya suatu fasilitas gedung dan penggunaan lahan lainnya terhadap sistem transportasi kota, khususnya jaringan jalan di sekitar lokasi gedung.
Menurut Tamin (2000), analisis dampak lalu lintas pada dasarnya merupakan analisis pengaruh pengembangan tata guna lahan terhadap sistem pergerakan arus lalu-lintas disekitarnya yang diakibatkan oleh bangkitan lalu-lintas yang baru, lalulintas yang beralih, dan oleh kendaraan keluar masuk dari / ke lahan tersebut.
Tujuan diperlukannya ANDALALIN adalah sebagai berikut :
a.       Memprediksi dampak yang ditimbulkan suatu pembangunan kawasan;
b.      Menentukan bentuk peningkatan/perbaikan yang diperlukan untuk mengakomodasikan perubahan yang terjadi akibat pengembangan baru;
c.       Menyelaraskan keputusan-keputusan mengenai tata guna lahan dengan kondisi lalu lintas, jumlah dan lokasi akses, serta alternatif peningkatan/perbaikan;
d.      Mengidentifikasi masalah-masalah yang dapat memengaruhi putusan pengembang dalam meneruskan proyek yang diusulkan;
e.       Sebagai alat pengawasan dan evaluasi terhadap pelaksanaan manajemen dan rekayasa lalu lintas.

2.      Fenomena Dampak Lalu Lintas
Menurut Murwono (2003), fenomena dampak lalu-lintas diakibatkan oleh adanya pembangunan dan pengoperasian pusat kegiatan yang menimbulkan bangkitan lalu lintas yang cukup besar, seperti pusat perkantoran pusat perbelanjaan, terminal, dan lain-lain. Lebih lanjut dikatakan bahwa dampak lalu lintas terjadi pada 2 (dua) tahap, yaitu :
a.       Tahap konstruksi / pembangunan. Pada tahap ini akan terjadi bangkitan lalulintas akibat angkutan material dan mobilisasi alat berat yang membebani ruas jalan pada rute material;
b.       Tahap pasca konstruksi / saat beroperasi. Pada tahap ini akan terjadi bangkitan lalu-lintas dari pengunjung, pegawai dan penjual jasa transportasi yang akan membebani ruas-ruas jalan tertentu, serta timbulnya bangkitan parkir kendaraan.
Tamin (2000) mengatakan bahwa setiap ruang kegiatan akan "membangkitkan" pergerakan dan "menarik" pergerakan yang intensitasnya tergantung pada jenis tata guna lahannya. Bila terdapat pembangunan dan pengembangan kawasan baru seperti pusat perbelanjaan, superblok dan lain-lain tentu akan menimbulkan tambahan bangkitan dan tarikan lalu lintas baru akibat kegiatan tambahan di dalam dan sekitar kawasan tersebut. Karena itulah, pembangunan kawasan baru dan pengembangannya akan memberikan pengaruh langsung terhadap sistem jaringan jalan di sekitarnya.
Dikun (1993) menyatakan bahwa analisis dampak lalu-lintas harus merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keseluruhan proses perencanaan, evaluasi rancang bangun dan pemberian ijin. Untuk itu diperlukan dasar peraturan formal yang mewajibkan pemilik melakukan analisis dampak lalu lintas sebelum pembangunan dimulai. Di dalam analisis dampak lalu lintas, perkiraan banyaknya lalu-lintas yang dibangkitkan oleh fasilitas tersebut merupakan hal yang mutlak penting untuk dilakukan. Termasuk dalam proses analisis dampak lalu lintas adalah dilakukannya pendekatan manajemen lalu lintas yang dirancang untuk menghadapi dampak dari perjalanan terbangkitkan terhadap jaringan jalan yang ada.
Djamal (1993) mengemukakan 5 (lima) faktor / elemen penting yang akan menimbulkan dampak apabila sistem guna lahan berinteraksi dengan lalu lintas. Kelima elemen tersebut adalah :
a.       Elemen Bangkitan / Tarikan Perjalanan, yang dipengaruhi oleh faktor tipe dan kelas peruntukan, intensitas serta lokasi bangkitan.
b.      Elemen Kinerja Jaringan Ruas Jalan, yang mencakup kinerja ruas jalan dan persimpangan.
c.       Elemen Akses, berkenaan dengan jumlah dan lokasi akses.
d.      Elemen Ruang Parkir.
e.       Elemen Lingkungan, khususnya berkenaan dengan dampak polusi dan kebisingan. 
Lebih lanjut, The Institution of Highways and Transportation (1994) menyatakan bahwa besar-kecilnya dampak kegiatan terhadap lalu lintas dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut:
a.       Bangkitan / Tarikan perjalanan.
b.      Menarik tidaknya suatu pusat kegiatan.
c.       Tingkat kelancaran lalu lintas pada jaringan jalan yang ada.
d.      Prasarana jalan di sekitar pusat kegiatan.
e.       Jenis tarikan perjalanan oleh pusat kegiatan.
f.       Kompetisi beberapa pusat kegiatan yang berdekatan.


3.      Sasaran Analisis Dampak Lalu Lintas
Arief (1993) menyatakan bahwa sasaran Andalalin ditekankan pada :
a.        Penilaian dan formulasi dampak lalu-lintas yang ditimbulkan oleh daerah pembangunan baru terhadap jaringan jalan disekitarnya (jaringan jalan eksternal), khususnya ruas-ruas jalan yang membentuk sistem jaringan utama;
b.      Upaya sinkronisasi terhadap kebijakan pemerintah dalam kaitannya dengan penyediaan prasarana jalan, khususnya rencana peningkatan prasarana jalan dan persimpangan di sekitar pembangunan utama yang diharapkan dapat mengurangi konflik, kemacetan dan hambatan lalu-lintas;
c.       Penyediaan solusi-solusi yang dapat meminimumkan kemacetan lalu lintas yang disebabkan oleh dampak pembangunan baru, serta penyusunan usulan indikatif terhadap fasilitas tambahan yang diperlukan guna mengurangi dampak yang diakibatkan oleh lalu-lintas yang dibangkitkan oleh pembangunan baru tersebut, termasuk di sini upaya untuk mempertahankan tingkat pelayanan prasarana sistem jaringan jalan yang telah ada;
d.      Penyusunan rekomendasi pengaturan sistem jaringan jalan internal, titik-titik akses ke dan dari lahan yang dibangun, kebutuhan fasilitas ruang parkir dan penyediaan sebesar mungkin untuk kemudahan akses ke lahan yang akan dibangun. 
The Institution of Highways and Transportation ( 1994) merekomendasikan pendekatan teknis dalam melakukan analisis dampak lalu-lintas, sebagai berikut :
a.       Gambaran kondisi lalu lintas saat ini (eksisting).
b.      Gambaran Pembangunan yang akan dilakukan
c.       Estimasi pilihan moda dan tarikan perjalanan.
d.      Analisis Penyebaran Perjalanan.
e.       Identifikasi Rute Pembebanan Perjalanan.
f.       Identifikasi Tahun Pembebanan dan pertumbuhan lalu lintas.
g.      Analisis Dampak Lalu Lintas.
h.      Analisis Dampak Lingkungan.
i.        Pengaturan Tata Letak Internal.
j.        Pengaturan Parkir.
k.      Angkutan Umum.
l.        Pejalan kaki, pengendara sepeda dan penyandang cacat.
Dari keseluruhan tahapan diatas, penelitian ini tidak melakukan tahapan analisis dampak lingkungan, pengaturan tata letak internal, analisis angkutan umum dan analisis pejalan kaki, pengendara sepeda dan  penyandang cacat. Analisis dampak lingkungan tidak dilakukan oleh karena telah dilakukan pada awal pembangunan. Pengaturan tata letak internal tidak dilakukan mengingat swalayan tersebut telah terbangun dan beroperasi.

4.      ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN UNTUK LALU LINTAS DALAM KAITANNYA DENGAN HUKUM PROPERTI.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (“UU LLAJ”) dalam Pasal 1 angka 2 menyatakan bahwa Lalu lintas adalah gerak kendaraan dan orang di Ruang Lalu Lintas Jalan. Di satu sisi,Pembangunan/pengembangan properti, baik itu perumahan, pusat perbelanjaan, apartemen, dan sebagainya, pasti berkaitan erat dengan kinerja lalu lintas di jaringan jalan sekitarnya. Hal ini terjadi disebabkan oleh pergerakan arus lalu lintas keluar masuk kawasan properti tersebut. Mobilitas penghuni kawasan properti tersebut akan berpengaruh pada tingkat pelayanan jaringan jalan disekitarnya, oleh karena itu perlu untuk dilakukan analisa dampak lalu lintas (AMDALALIN)
Pengaturan lebih lanjut mengenai AMDALALIN diatur didalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2011 tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak, Serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas (Peraturan Pemerintah No.32 Tahun 2011) Menurut Pasal 47 PP No.32/2011, setiap rencana pembangunan pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur yang akan menimbulkan gangguan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan wajib dilakukan AMDALALIN. AMDALALIN itu sendiri adalah serangkaian kegiatan kajian mengenai dampak lalu lintas dari pembangunan pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur yang hasilnya dituangkan dalam bentuk dokumen hasil AMDALALIN.
Hasil AMDALALIN tersebut merupakan salah satu persyaratan pengembang atau pembangun untuk memperoleh:
a.       Izin lokasi;
b.      Izin mendirikan bangunan; dan
c.       Izin pembangunan gedung dengan fungsi khusus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang bangunan gedung.
Tata cara untuk memperoleh AMDALALIN:
1.      Pengembang atau pembangun properti melakukan AMDALALIN  dengan menunjuk lembaga konsultan yang memiliki tenaga ahli bersertifikat. Lalu hasil analisis AMDALALIN tersebut disusun dalam bentuk dokumen hasil AMDALALIN
2.      Hasil analisis dampak lalu lintas harus mendapat persetujuan dari:
a.         Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, untuk jalan nasional;
b.        Gubernur, untuk jalan provinsi;
c.         Bupati, untuk jalan kabupaten dan/atau jalan desa; atau
d.        Walikota, untuk jalan kota.
3.      Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, gubernur, bupati, atau walikota memberikan persetujuan dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari kerja sejak diterimanya dokumen hasil analisis dampak lalu lintas secara lengkap dan memenuhi persyaratan.
4.      Untuk memberikan persetujuan, Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, Gubernur, Bupati, atau Walikota sesuai dengan kewenangannya membentuk tim evaluasi dokumen hasil analisis dampak lalu lintas. Tim tersebut terdiri atas unsur pembina sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, pembina jalan, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
5.      Tim evaluasi tersebut mempunyai tugas, antara lain:
a.       melakukan penilaian terhadap hasil analisis dampak lalu lintas; dan
b.      menilai kelayakan rekomendasi yang diusulkan dalam hasil analisis dampak lalu lintas.
6.      Hasil penilaian tim evaluasi disampaikan kepada menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, gubernur, bupati, atau walikota sesuai dengan kewenangannya.
7.      Jika hasil penilaian belum memenuhi persyaratan, Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, Gubernur, Bupati, atau Walikota mengembalikan hasil analisis kepada pengembang atau pembangun untuk disempurnakan.
8.      Jika hasil penilaian telah memenuhi persyaratan, Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, Gubernur, Bupati, atau Walikota meminta kepada pengembang atau pembangun untuk membuat dan menandatangani surat pernyataan kesanggupan melaksanakan semua kewajiban yang tercantum dalam dokumen hasil analisis dampak lalu lintas.
SANKSI
Setiap pengembang/ pembangun properti yang melanggar surat pernyataan kesanggupan tersebut, dikenai sanksi administratif oleh pemberi izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sanksi administratif tersebut antara lain :
1.        Peringatan tertulis;
2.        Penghentian sementara pelayanan umum;
3.        Penghentian sementara kegiatan;
4.        Denda administratif;
5.        Pembatalan izin ; dan/atau
6.        Pencabutan izin.

Tuesday, April 18, 2017

makalah tentang hak asuh anak pasca perceraian

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Perkawinan adalah upaya menyatukan dua pribadi yang berbeda satu sama lain. Dalam kenyataannya tidak semua perkawinan dapat berlangsung dengan langgeng dan tentunya tidak ada seorang pun yang ingin perkawinannya berakhir dengan jalan perceraian. Saat semua upaya dikerahkan untuk menyelamatkan suatu perkawinan ternyata pada akhirnya diputus cerai oleh pengadilan. Dengan putusnya suatu perkawinan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde), maka akan ada akibat hukum yang mengikutinya, salah satunya adalah mengenai Hak Asuh atas anak yang lahir dari perkawinan tersebut. Dari hubungan dengan orang tua dan anak yang masih dibawah umur timbul hak dan kewajiban. Hak-hak dan kewajiban orang tua terhadap anak yang masih dibawah umur diatur didalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan Undang-undang pokok perkawinan No.1 tahun 1974 dengan judul Kekuasaan Orang Tua. Pemeliharaan anak pada dasarnya menjadi tanggung jawab kedua orang tua dalam hal ini meliputi masalah ekonomi, pendidikan dan segala hal mengenai kebutuhan pokok.
 Saat sedang mengurus hak asuh setelah terjadi perceraian, salah satu pihak mungkin ada yang merasa lebih berhak untuk me¬nga¬suh anak-anaknya. Entah itu ibunya, karena merasa ia yang me¬ngandung dan melahirkan. Atau ayahnya, karena merasa ia yang membiayai. Pada  umumnya  dalam  praktek  di  pengadilan,  anak  yang  berumur  di  bawah sepuluh  tahun,  pengasuhannya  atau  perwaliannya  diserahkan  kepada  ibunya, bagi  anak  yang  berumur  di  atas  sepuluh  tahun  perwaliannya  terserah kepada  pilihan  si  anak  sendiri,  apakah  dia  akan  ikut  kepada  ibunya  ataukah memilih  ikut  pada  bapaknya  dalam  hal  perwalian  bagi  si  anak.  Apabila  hal  yang demikian  ini  terjadi  maka  Putusan  Pengadilanlah yang  menentukan  siapakah  yang lebih  berhak  menjadi  wali  dari  si  anak  tersebut.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarka letar belakang diatas,maka dapat ditarik suatu permasalahan yang muncul sebagai sebuah persoalan yaitu:
1.      Hak Asuh Anak Pasca Perceraian Menurut UU No. 1 Tahun 1974 dan KHI?
2.      Siapakah yang lebih berhak mengasuh anak setalah orang tua mereka bercerai?
3.      Apa Dampak perceraian terhadap anak?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahuai hak asuh anak pasca perceraian menurut UU No. 1 Tahun 1974 dan KHI.
2. Untuk mengetahui siapa yang berhak mengasuh anak setelah orang tua bercerai.
3. untuk mengetahui dampak perceraian bagi anak.





















Hak dan Kedudukan Anak Setelah Perceraian Orang Tuanya
 Anak merupakan persoalan yang selalu menjadi perhatian berbagai elemen masyarakat, bagaimana kedudukan dan hak-haknya dalam keluarga dan bagaimana seharusnya ia diperlakukan oleh kedua orang tuanya, bahkan juga dalam kehidupan masyarakat dan negara melalui kebijakan-kebijakannya dalam mengayomi anak. Ayah kandung berkewajiban memberikan jaminan nafkah anak kandungnya dan seorang anak begitu dilahirkan berhak mendapatkan nafkah dari ayahnya baik pakaian, tempat tinggal, dan kebutuhan-kebutuhan lainnya meskipun perkawinan orangtua si anak telah putus.

Bagi anak-anak yang dilahirkan, perceraian orang tuanya merupakan hal yang akan mengguncang kehidupannya dan akan berdampak buruk bagi pertumbuhan dan perkembangannya, sehingga biasanya anak-anak adalah pihak yang paling menderita dengan terjadinya perceraian orang tuanya. Satria Effendi, Op.cit, hal.166

Landasan kewajiban ayah menafkahi anak selain karena hubungan nasab juga   karena kondisi anak yang belum mandiri dan sedang membutuhkan pembelanjaan, hidupnya tergantung kepada adanya pihak yang bertanggung jawab menjamin nafkah hidupnya. Orang yang paling dekat dengan anak adalah ayah dan ibunya, apabila ibu bertanggung jawab atas pengasuhan anak di rumah maka ayah bertanggung jawab mencarikan nafkah anaknya. Pihak (Saifullah, Problematika Anak dan Solusinya (Pendekatan Sadduzzara’i), Artikel Jurnal Mimbar hukum,Jakarta, 1999,hal.48)ayah hanya berkewajiban menafkahi anak kandungnya selama anak kandungnya dalam keadaan membutuhkan nafkah, ia tidak wajib menafkahi anaknya yang mempunyai harta untuk membiayai diri sendiri. Sebaliknya anak keturunan sudah semestinya berbuat baik dan berkhidmat kepada orang tuanya secara tulus, orang tualah yang menjadi sebab terlahirnya ia ke dunia.

Jika digolongkan hak anak dapat dikategorikan kedalam empat kelompok besar, yaitu hak untuk hidup, hak untuk tumbuh dan berkembang, hak untuk mendapat perlindungan, dan hak untuk berpartisipasi.

Dalam ajaran Islam, ada dua periode perkembangan anak dalam hubungannya dengan hak asuh orang tua, yaitu periode sebelum mumayyiz (anak belum bisa membedakan antara yang bermanfaat dan yang berbahaya bagi dirinya, dari lahir sampai berumur tujuh atau delapan tahun) menurut Kompilasi Hukum Islam sampai berusia 12 tahun, (Pasal 106 KHI) dan sesudah mumayyiz. Sebelum anak mumayyiz, ibu lebih berhak menjalankan hak asuh anak karena ibu lebih  mengerti  kebutuhan  anak dengan  kasih  sayangnya  apalagi  anak  pada  usia tersebut sangat  membutuhkan  hidup  di   dekatnya. (Ibid)

Masa  mumayyiz  dimulai  sejak  anak   secara sederhana sudah mampu membedakan mana yang berbahaya dan bermanfaat bagi dirinya, ini dimulai sejak umur 7 (tujuh) tahun sampai menjelang dewasa (balig berakal). Pada masa ini anak sudah dapat memilih dan memutuskan apakah akan memilih ikut ibu atau ayahnya. Tetapi dalam kondisi tertentu ketika pilihan anak tidak menguntungkan bagi anak, demi kepentingan anak hakim boleh mengubah putusan itu dan menentukan mana yang maslahat bagi anak.

Kewajiban Orang Tua Terhadap Anak Setelah Perceraian
Perceraian merupakan momok menakutkan bagi setiap keluarga (suami, istri , dan anak-anak), penyebab perceraian bisa bermacam-macam, yaitu antara lain gagal berkomunikasi, ketidaksetiaan, kekerasan dalam rumah tangga, masalah ekonomi, pernikahan usia dini, perubahan budaya, dan lain sebagainya.

Pasca perceraian ada penyesuaian-penyesuain yang harus dilakukan oleh kedua  belah pihak (mantan suami dan mantan istri) terhadap kehidupan mereka yang baru. Terutama masalah finansial, apalagi dari perkawinan antara mereka telah dilahirkan anak.

Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Imam adalah pemimpin yang akan diminta pertanggungjawaban atas rakyatnya. Seorang suami adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas keluarganya. Seorang istri adalah pemimpin di dalam urusan rumah tangga suaminya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan rumah tangga tersebut. Seorang pembantu adalah pemimpin dalam urusan harta tuannya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan tanggung jawabnya tersebut.” (HR. Al-Bukhari no. 844 dan Muslim no. 1829)

Jika didalam keluarga bapak-ibunya baik, rukun dan menyanyangi maka anak akan mendapatkan unsur positif dari kepribadiannya dan apabila orangtuanya beragama serta taat melaksanakan agama dalam kehidupan sehari-hari, maka anak mendapatkan pengalaman keagamaan yang menjadi unsur dalam kepribadiannya. Ibid

Pasal 9 UU No.4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak menyebutkan bahwa orangtua adalah yang pertama-tama bertanggung jawab atas terwujudnya kesejahteraan anak baik secara fisik, jasmani maupun sosial. Tanggung jawab orangtua atas kesejahteraan anak mengandung  kewajiban  memelihara  dan  mendidik  anak  sedemikian  rupa,  sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi orang yang cerdas, sehat, berbakti kepada orangtua, berbudi pekerti luhur, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berkemauan, serta berkemampuan untuk meneruskan cita-cita bangsa berdasarkan Pancasila.  Penjelasan Pasal 9 UU No.4 Tahun 1979 Kesejahteraan Anak

Pemeliharaan anak juga mengandung arti sebuah tanggung jawab orang tua untuk mengawasi, memberikan pelayanan yang semestinya serta mencukupi kebutuhan hidup anak dari orangtuanya, kewajiban untuk melakukan pemeliharaan terhadap anak bersifat tetap sampai sianak mampu berdiri sendiri. M.Yahya Harahap,Op.cit,hal.204

Didalam beberapa aturan Perundang-undangan dapat kita lihat beberapa hal yang mengatur kewajiban orangtua terhadap anak diantaranya, yaitu :

a. Kewajiban orangtua terhadap anak setelah perceraian menurut Undang-Undang perkawinan Nomor 1 Tahun 1979.
Secara hukum kewajiban antara suami dan istri akan timbul apabila perkawinan tersebut telah dilakukan atau dilangsungkan,  dengan  kata  lain  kewajiban  seorang  istri  atau suami tidak akan ada apabila seorang pria atau wanita belum melangsungkan perkawinan. Adapun kewajiban dan hak yang seimbang antara suami maupun istri apabila dibarengi dengan kewajiban yang sama pula yaitu kewajiban untuk membina  dan menegakkan rumah tangga yang diharapkan akan menjadi dasar dalam membangun rumah tangga.

Kewajiban bersama antara suami dan istri dalam membina dan menjalin rumah tangga akan luntur apabila rumah tangga yang dibangun tersebut mengalami goncangan dan terlebih parahnya lagi apabila tatkala rumah tangga tersebut bubar, perihal mengenai hal ini ini sebelumnya telah ada dan diatur dalam UU Perkawinan.

Di dalam Pasal 45 disebutkan sebagai berikut :
1. Kedua orangtua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik- baiknya.
2. Kewajiban orangtua yang dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini berlaku sampai anak anak itu kawin atau berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara keduanya putus.


Selanjutnya dalam Pasal 47 dinyatakan sebagai berikut :
1. Anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada dibawah kekuasaan orangtuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya.
2. Orang tua mewakili anak tersebut mengenai perbuatan hukum di dalam dan diluar pengadilan.


Dari beberapa penjelasan UU diatas, maka dapat disimpulkan bahwa UU Perkawinan mengatur kewajiban orang tua terhadap anak-anaknya sekalipun rumah tangga telah putus karena perceraian. Kewajiban orangtua tersebut meliputi :
1. Orangtua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya.
2. Orangtua mewakili anak mengenai perbuatan hukum di dalam dan diluar pengadilan
3. sebagaimana adapun di dalam Pasal 41 UU Perkawinan dijelaskan bapak bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak, bilamana bapak dalam kenyataannya tidak dapat memenuhi kewajibannya, pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya pemeliharaannya dan pendidikan yang diperlukan anak, Kewajiban tersebut tetap berlaku meskipun kekuasaan sebagai orangtua dicabut.


b. Kewajiban orang tua terhadap anak setelah perceraian  menurut  Kompilasi  Hukum  Islam.
Dalam pandangan ajaran Islam terhadap anak menempatkan anak dalam kedudukan yang mulia. Anak mendapatkan kedudukan dan tempat yang istimewa dalam Nash Al-Qur’an dan Al-Hadist, Karena itu di dalam pandangan Islam anak itu harus diperlakukan secara manusiawi, diberikan pendidikan, pengajaran, keterampilan dan akhlakul karimah agar anak tersebut  kelak  dapat  bertanggung  jawab dalam  mensosialisasikan  diri  untuk    memenuhi kebutuhan hidup dimasa depan.

Didalam KHI yang memuat hukum materil tentang perkawinan, kewarisan dan juga wakaf yang dirumuskan secara sistematis hukum Islam di Indonesia secara konkrit, maka karena itu perlu ditinjau beberapa hal mengenai ketentuan-ketentuan dalam KHI yang mengatur tentang kewajiban orang tua terhadap anak.

Pasal 77 KHI menyebutkan :
1. Suami Istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah yang menjadi sendi dasar dari susunan  masyarakat.
2. Suami Istri wajib saling mencintai, hormat menghormati, setia dan memberikan bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain.
3. Suami Istri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-anak mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani maupun kecerdasannya dan pendidikan agamanya.
4. Suami Istri wajib memelihara kehormatannya.
5. Jika suami istri melalaikan kewajibannya, masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama.


Berkaitan kewajiban orang tua setelah putusnya perkawinan, KHI dalam pasal- pasalnya menggunakan istilah dengan namanya pemeliharaan anak yang dimuat di dalam  Bab XIV Pasal 98 sampai dengan Pasal 106, tetapi secara eksplisit pasal yang mengatur kewajiban pemeliharaan anak jika adanya perceraian hanya terdapat didalam Pasal 105 dan Pasal 106.
Dalam Pasal 98 KHI ditegaskan :
1. Batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah 21 tahun, sepanjang anak tersebut tidak bercacat fisik maupun mental atau belum pernah melangsungkan perkawinan.
2. Orangtua mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum di dalam dan diluar Pengadilan.
3. Pengadilan Agama dapat menunjuk salah seorang kerabat terdekat yang mampu menunaikan kewajiban tersebut apabila kedua orangtuanya tidak mampu.


Sementara   Pasal   105   KHI   dalam   hal   terjadinya   perceraian,   menyebutkan    :
1. Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12  tahun  adalah hak ibunya;
2. Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk    memilih diantara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaannya;
3. Biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya.


Sedangkan menyangkut harta yang dimiliki anak, orang tua berkewajiban untuk merawat dan mengembangkan harta tersebut, hal ini diatur di dalam Pasal 106 KHI yang menyebutkan :
1. Orang tua berkwajiban merawat dan mengembangkan harta anaknya yang belum dewasa atau masih dibawah pengampuan dan tidak diperbolehkan memindahkan atau menggadaikan kecuali karena keperluan yang sangat mendesak jika kepentingan dan kemaslahatan anak itu menghendaki atau sesuatu kenyataan tidak dapat dihindarkan lagi.
2. Orang tua bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan karena kesalahan  dan kelalaian dari kewajiban tersebut pada ayat (1).


Pasal-Pasal yang terdapat dalam KHI tentang hadhanah menegaskan bahwa kewajiban pengasuhan material dan non material kepada anak merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Lebih lagi KHI membagi tugas yang harus dilakukan orangtua sekalipun mereka telah berpisah. Anak yang belum mumayyiz tetap diasuh oleh ibunya sedangkan pembiayaan tetap menjadi tanggung jawab dan kewajiban dari ayah.

KHI juga menentukan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12  (dua belas) tahun adalah hak bagi ibu untuk memeliharanya, sedangkan apabila anak tersebut  sudah mumayyiz ia dapat memilih antara ayah atau ibunya untuk bertindak sebagai pemeliharanya.

Makalah Perjanjian Jual beli dalam Hukum Perdata

BAB I PENDAHULUAN A.    Latar Belakang Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan yang bersifat fisik dan non fisik. Kebutuhan itu ti...